Jakarta, SatukanIndonesia.com – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menegaskan tidak memiliki akses langsung kepada data keuangan dan transaksi wajib pajak (WP) yang merupakan nasabah PT Pegadaian (Persero) meskipun, kedua pihak telah menandatangani nota kesepahaman terkait integrasi data perpajakan.
“Ditegaskan bahwa DJP tidak memiliki akses langsung terhadap data nasabah Pegadaian,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama kepada CNNIndonesia.com, Jumat (20/11/2020).
Hestu menjelaskan dalam integrasi data perpajakan itu, DJP mendapatkan akses terhadap data perpajakan WP dan data transaksi WP dengan pihak ketiga. Selanjutnya, yang dimaksud dengan data transaksi pihak ketiga adalah data lawan transaksi, yaitu rekanan WP yang mendapatkan penghasilan dari transaksinya dengan WP.
“Data tersebut akan dimanfaatkan oleh DJP untuk melakukan pembinaan dan memastikan bahwa kewajiban perpajakan rekanan tersebut telah dilaksanakan dengan benar,” jelasnya.
Humas Pegadaian Basuki Tri Andayani menambahkan data nasabah Pegadaian tetap aman pasca integrasi data perpajakan antara perseroan dengan DJP. Karenanya, ia mengimbau agar nasabah tidak perlu khawatir bertransaksi di Pegadaian.
“Data keuangan dan transaksi perpajakan nasabah tetap terjaga dengan aman,” katanya.
Senada, ia menjelaskan jika integrasi perpajakan yang dimaksud hanya menyangkut data perpajakan perusahaan atau vendor yang melaksanakan proyek dan pekerjaan berdasarkan surat perintah kerja dari Pegadaian.
Dengan demikian, pajak yang timbul dari penghasilan atas pelaksanaan pekerjaan tersebut, baik berupa Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), maupun pajak lainnya langsung dipotong oleh Pegadaian selaku Wajib Pungut atau Wajib Potong Pungut.
Ia menambahkan integrasi yang dilakukan dengan DJP yaitu implementasi pelaksanaan e-faktur dan e-bupot atau bukti potong elektronik, serta transaksi keuangan yang merupakan objek pajak. Untuk diketahui, e-faktur adalah faktur yang dibuat melalui aplikasi atau sistem yang berbasis elektronik, sedangkan e-bupot adalah bukti pemotongan yang dibuat secara digital.
“Dengan implementasi ini maka pihak Pegadaian, perusahaan dan vendor, dan DJP dapat mengakses data pajak terkait pekerjaan yang dilaksanakan secara terintegrasi. Hal ini akan menjamin akurasi data secara sistem sekaligus mempermudah dalam proses validasi,” paparnya.
Sementara itu, cakupan dalam penandatangan nota kesepahaman tahap II meliputi aktivitas verifikasi atau pemetaan Chart of Account (COA). Aktivitas dimaksud adalah sinkronisasi ketentuan perpajakan, jenis pajak yang dipungut, serta akun atau mata anggaran yang berlaku di Pegadaian.
“Jadi sama sekali tidak ada hubungannya dengan data perpajakan atau transaksi keuangan nasabah yang memanfaatkan produk atau layanan Pegadaian,” tuturnya.