Jakarta, SatukanIndonesia.com – Polri menangani 13 perkara dugaan tindak pidana yang terjadi selama proses penyelenggaraan Pilkada 2020 hingga Senin (5/10/20). Data itu merupakan hasil yang dihimpun dari Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
“Jumlah laporan atau temuan sebanyak 90 perkara, yang diteruskan ke Polri sebanyak 13 perkara,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigadir Jenderal Awi Setiyono saat dikonfirmasi, Selasa (6/10/20).
Rentetan dugaan tindak pidana terjadi di Lampung Timur, Hulu Sungai Tengah, Kutai Timur, Marowali Utara, Minahasa Utara, Kepulauan Aru, Waropen, Supiori, Membramo Raya, Merauke, dan terakhir Raja Ampat.
Menurut Awi, ada beberapa kasus yang tidak dilanjutkan proses penanganannya sehingga polri mengeluarkan surat penghentian penyidikan (SP3), serta ada juga yang berlanjut.
“Penyidikan sebanyak 2 perkara, P-19 sebanyak 1 perkara, tahap 2 sebanyak 4 perkara, dan SP3 sebanyak 6 perkara,” kata Awi.
Seluruh kasus itu diklasifikasikan ke dalam enam jenis dugaan pelanggaran pidana. Pertama, kata Awi, pelanggaran terkait dengan pemalsuan serta tidak melaksanakan proses verifikasi dan rekapitulasi sebanyak total delapan kasus.
“Pelanggaran protokol kesehatan sebanyak 1 pelanggaran di wilayah Ketapan dengan jenis pelanggaran, peserta kampanye melebihi batas dan dikenakan sanksi larangan kampanye tiga hari dengan metode yang sama,” pungkasnya.
Terpisah, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengatakan kelompok kerja (pokja) untuk mengawasi pelaksanaan pilkada sudah terbentuk di 50 persen daerah penyelenggara pilkada.
“Pokja telah terbentuk lebih dari 50 persen daerah yang akan melaksanakan pilkada. Sisanya masih dalam proses pembentukan dan akan dilakukan percepatan,” kata Ketua Bawaslu Abhan dalam keterangannya, Selasa (6/10/20).
Abhan menyatakan tim Pokja tersebut memiliki anggota terdiri dari KPU, DKPP, kejaksaan, Polri, dan TNI.
Ia menyatakan pihaknya akan menggelar pertemuan berkala guna mengoptimalkan kerja Tim Pokja tersebut. Hal itu berguna untuk mendapatkan informasi penanganan pelanggaran protokol kesehatan di daerah dan kendala yang dihadapi di lapangan.
Ia berharap pemberian sanksi terhadap pasangan calon yang melanggar protokol kesehatan bisa terus ditindak. Baik berupa berupa penghentian atau pembubaran kegiatan kampanye dan/atau pemberian sanksi tidak diikutkan kampanye selama tiga hari oleh KPU.
“Sehingga jika di lapangan ditemukan pelanggaran terhadap protokol kesehatan, maka rekomendasinya disampaikan melalui kelompok kerja,” kata dia.
Selain itu, Abhan menyatakan Pokja ini bisa mengedepankan proses pencegahan, seperti melakukan sosialisasi dengan memfokuskan kepada peserta pemilihan dan daerah yang rawan. Ia juga mendorong Pokja memberikan sosialisasi kepada peserta Pilkada untuk mematuhi protokol kesehatan Covid-19.
“Dan juga perlu rumusan terhadap struktur, tugas, dan fungsi pada masing-masing instansi dalam pelaksanaan kegiatan Pokja,” kata dia. (GS)