
Jakarta, SatukanIndonesia.com – Anggota DPR Komisi IX dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Ribka Tjiptaning menjadi sorotan publik. Ia membuat sejumlah pernyataan kontroversial dalam rapat kerja Komisi IX pada Selasa (12/1/2021).
Rapat tersebut dihadiri oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, Kepala BPOM Penny Lukito, dan Direktur PT Bio Farma (Persero) Honesti Basyir.
Ribka dengan tegas menolak untuk divaksin covid-19. Dia mengaku memilih membayar denda ketimbang disuntik vaksin covid-19.
Ia memberikan kritikannya terkait vaksinisasi di Indonesia. Riba mempertanyakan mengapa rakyat diwajibkan untuk vaksin. Menurutnya, memaksa rakyat untuk divaksin termasuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
“Saya pertama yang bilang saya menolak vaksin. Kalau dipaksa HAM, pelanggaran HAM. Nggak boleh paksa begitu,” ujarnya.
Ribka sendiri dengan tegas menyatakan bahwa ia dan keluarganya menolak untuk divaksin. Dia bahkan lebih memilih membayar denda sebesar Rp5 juta daripada harus divaksin.
“Saya tetap tidak mau divaksin. Maupun sampai yang 63 tahun bisa divaksin. Saya udah 63 nih, mau semua usia boleh, tetap, di sana pun hidup di DKI semua anak-cucu saya dapat sanksi Rp 5 juta, mending gue bayar, mau jual mobil, kek,” ungkap Ribka.
Ribka kemudian mengungkit soal vaksin antipolio dan kaki gajah beberapa waktu lalu yang sempat menyebabkan korban. Ia mengungkapkan bahwa itu adalah pengalamannya saat menjabat sebagai ketua komisi.
“Ini pengalaman saya, saudara Menteri. Vaksin untuk antipolio malah lumpuh layu di Sukabumi. Terus anti-kaki gajah di Majalaya mati 12 orang, karena di India ditolak, di Afrika ditolak, masuk di Indonesia dengan 1,3 triliun. Waktu itu saya ketua komisi,” lanjutnya.
Sebelumnya, beberapa waktu yang lalu, Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Prof Edward OS Hiariej memberikan penjelasan terkait vaksinasi. Ia menyebut WNI yang menolak vaksinasi Covid-19 terancam penjara 1 tahun dan denda maksimal Rp100 juta.
Edward menjelaskan dalam UU tersebut, setiap warga negara punya kewajiban ketika negara menghadapi wabah, salah satunya wajib divaksin.
Namun, ia tak menampik bahwa sanksi pidana adalah menjadi cara terakhir setelah penegakan hukum lain tidak berjalan. Oleh karena itu, ia sangat mengharapkan sosialisasi dari tenaga kesehatan dan pemerintah bisa berjalan dengan efektif.
Merespons kabar tersebut, Menkes Budi Gunadi pun memberikan penjelasannya. Dia mengatakan bahwa pihaknya belum pernah membahas soal sanksi untuk masyarakat yang menolak divaksin.
“Sampai sekarang diskusi ke arah situ (sanksi tolak vaksin Corona) belum pernah terjadi di pemerintah pusat. Kita akan melihat dinamikanya, kalau saya pribadi percaya bahwa meyakinkan dengan cara persuasif itu akan jauh lebih baik untuk penerimaan masyarakat disuntik oleh vaksin. Tapi saya ingin mengatakan sekali lagi vaksin ini nggak akan berhasil kalau nggak 70 persen,” kata Budi dalam acara Mata Najwa, Kamis (7/1/2020). (*/SI)