
MANOWKARI, SatukanIndonesia.Com – Menanggapi pembongkaran Pasar Sentral Sanggeng, di kabupaten Manokwari, provinsi Papua Barat pada tanggal 8 Maret 2023. Metuzalak Awom, SH, salah satu advokad senior di tanah Papua angkat bicara.
Menurutnya, pembongkaran pasar sanggeng oleh Pemerintah Daerah (Pemda) melanggar hukum. Pasalnya, Pemda harus memahami bahwa dalam pengelolaan asset daerah termasuk pasar mestinya pemerintah harus tunduk dan taat terhadap peraturan pemerintah (PP) Nomor 16 tahun 2001 tentang peraturan pelaksanaan tentang Undang-Undang Nomor 28 tahun 2022 tentang bangunan gedung.
“Sehingga dalam hal melaksanakan penghapusan gedung seperti itu. Kita katakan sebagai penghapusan karena sudah di rombak habis, bukan direnovasi dan akan membangun yang baru. Oleh sebab itu, kita kategorikan sebagai penghapusan,”kata Metuzalak Awom, SH kepada satukanindonesia.com, di ruang kerjanya, pasca pembongkaran pasar sanggeng baru-baru ini.
Padahal kata Awom, sebelum penghapusan harus ada kriteria yang diikuti oleh Pemda diantaranya uji kelayakan gedung, sehingga saat membongkar gedung tersebut bisa di pandang patut dan wajar. Tetapi, sambungnya, sebelum pembongkaran harus ada persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Maka dirinya memandang, pemerintah tidak saja menyalahi aturan, tetapi mekanisme atau tahapan-seperti sosialisasi terhadap masyarakat di kawasan sekitar yang terkena dampak juga tidak dilakukan.
“Pemerintah salah dalam mekanisme, tapi juga tahapan-tahapan dalam melakukan sosialisasi terhadap masyarakat di kawasan sekitaryang terkena dampak. Namun sampai sejauh ini, mendengar keluhan masyarakat beberapa hari terakhir. Kami memandang bahwa pemerintah hanya bersifat arogan,”tegasnya.
Oleh sebab itu, diharapkan kepada Pemda untuk menghentikan perilaku atau sifat arogan dan tunduk terhadap aturan, sehingga apapun yang dilakukan itu bermanfaat bagi daerah, rakyat, dan apa yang dimaksudkan dalam perombakan pasar tersebut untuk tujuan kesejahtraan masyarakat bisa terwujud.
Dicecar mengenai mekanisme, mantan Anggota DPRD Kabupaten Manokwari ini menjelaskan, bahwa sebelum dilakukan pembongkaran harus terlebih dahulu dibahas bersama DPRD.
“Kemudian disosialisasi kepada masyarakat terutama masyarakat di kawasan sekitar pasar karena tidak hanya pemanfaatan pasarnya. Tapi sekarang pembongkaran pasar itu dampaknya terhadap masyarakat setempat itu seperti apa?,”ucap dia.
Selain itu, lanjut Metuzalak Awom mempertanyakan, apa yang menjadi pertimbangan yang berkaitan dengan tata kota atau studi Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) yang dilakukan, sehingga layak.
“Kami melihat itu sebagai mimpi yang sesungguhnya tidak berdasar, dan tidak punya latar belakang yang jelas untuk melakukan pembongkaran secara paksa,”sebut Awom.
Tak hanya pasar Sanggeng, kata Metuzalak Awom, Gedung Wanita Kartini Manokwari yang di bongkar tanpa persetujuan DPRD, dan kini pasar.
“Oleh sebab itu, mohon kepada pihak terkait untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap Bupati Manokwari. Dan itu sumber anggarannya dari mana? Kenapa DPRD tidak mengetahui itu. Sumber anggaran mengenai pembongkaran sampai dengan pembangunannya, apakah menggunakan APBD atau APBN. Tetapi alokasinya darimana? Ataukah dalam bentuk dana hibah atau shering,”aku Metuzalak Awom.
Kenapa demikian, sebut dia, bahwa setiap penggunaan anggaran dan penghapusan asset oleh pemerintah daerah, itu atas dasar persetujuan DPRD.
“Mestinya, hari ini harus ada tim penakar yang menakar pasar itu bahwa dalam beberapa tahun terakhir hari ini pasar itu bernilai berapa? Dan kalau memang tidak ada, maka daerah telah mengalami kerugian yang sangat luar biasa,”katanya.
Maka, dia memohon kepada pihak terkait agar segara mengambil tindakan, untuk memanggil dan memeriksa Bupati mengenai pembongkaran asset tersebut, karena tidak melalui prosedur.
“Sangat disayangkan, kalau DPRD hanya menjadi penonton. Karena unsur pemerintah itu kan, di dalamnya ada eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Terus melakukan sesuatu tanpa persetujuan DPRD, itu kan illegal sebenarnya,”pungkanya. [GRW]