
MANOKWARI, satukanindonesia.com – Belasan orang meninggal dunia dalam operasi Satuan Tugas (Satgas) Rajawali I, II Habema dan Satgas 712/WT di kampung Janamba, dan Soanggama distrik Hitadipa, kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah, pada tanggal 15 Oktober 2025.
Ketua Tim Mediasi Konflik Intan Jaya, Yoakim Mujizau menjelaskan, timnya telah turun ke kampung Soanggama dan mengidentifikasi korban serta mengumpulkan informasi dari masyarakat yang menjadi saksi mata persitiwa tersebut. Tim juga mendapat informasi dari anggota TNI, yang ada bertugas di sana.
“Korban 15 orang ini tidak semua anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB). Tetapi ada juga masyarakat sipil, seorang mono atau bisu tuli dan satu orang Ibu rumah tangga,”kata Yoakim melalui press release yang diterima, Sabtu (18/10/2025).
Yoakim memastikan, sembilan orang adalah warga.
“Untuk korban meninggal dunia atas nama Agus Kogoya itu masyarakat sipil, sedangkan Agus Kogoya yang anggota TPNPB dia masih hidup,”katanya.
Tim mendapati informasi di lapangan, di kampung Soanggama ada dua orang yang bernama Agus Kogoya.
“Jadi setelah Aparat liat KTP nama Agus Kogoya, langsung ditembak. Padahal dia bukan TPNPB. Namanya saja yang sama,”ujarnya.
Sedangkan korban yang diidentifikasi sebagai Pisen Kogoya atau Sepi Lawiya, juga dinyatakan keliru.
“Tapi yang benar adalah Sepi Kobogau, dia juga masyarakat sipil,”ungkapnya.
Korban lain yang diidentifikasi sebagai Agopani Kobogau adalah seorang disabilitas tuli. Warga umumnya mengenal Agopani sebagai orang mono atau bisu tuli yang sering keliling dari kampung-kampung di Intan Jaya.
“Ia juga menjadi korban. Asal Agopani sebenarnya dari kampung Gepelo disrik Wandai,”ujarnya.
Yoakim Mujizau menjelaskan, korban lain yang seorang ibu rumah tangga meninggal karena saat penyerangan korban lari ke hutan untuk menyelamatkan diri. Tetapi karena korban berasal dari kampung lain dan tidak mengenal daerah dengan baik, korban terjatuh di jembatan, terbawa arus sehingga meninggal dunia.
“Korban telah dievakuasi masyarakat dan dimakamkan,”katanya.
Informasi terakhir semua korban sudah dimakamkan oleh Satgas di tempat yang berbeda, dua korban dikubur di dusun Soanggama depan Gereja Protestan. Enam orang di kuburkan di dusun Dusandigi, kampung Soanggama, satu orang ibu dimakamkan di dusun Jembatan di Kali Wuisiga. Sementara enam orang korban lainnya, masih belum ditemukan jasadnya.
“Pihak keamanan pun masih belum mau kasih informasi, korban tembak di mana? dan kubur di mana? Sehingga kami masih dalami soal keberadaan jenazah-jenazah itu dan belum kami identifikasi,”ujarnya.
Yoakim menyatakan, Tim mediasi Konflik menyampaikan kepada Aparat keamanan yang bertugas di wilayah Intan Jaya agar menggunakan pendekatan Humanis dan Preventif, dan tidak harus mengedepankan tindakan represif untuk mengurangi korban dari masyarakat sipil akibat penegakkan hukum yang tidak terukur.
Hal itu juga membuat masyarakat tidak bisa bebas beraktivitas, tidak bisa berkebun, tidak bisa buat apa-apa karena masyarakat selalu di hantui oleh ketakutan, kecemasan dan trauma berlebihan.
“Masyarakat Intan Jaya umumnya masyarakat gunung mempunya ciri, gaya penampilan, berbusana, berhias itu hampir sama. Juga muka saja sama. Apalagi kesamaan nama itu banyak sekali. Satu kampung nama Agus bisa lebih dari satu bahkan lebih. Sehingga saat penindakan dan penegakkan oleh aparat harus mengedepankan pendekatan Preventif agar menghindar adanya korban lain yang tidak bersalah,”katanya.
Pada kesempatan ini, Ketua Tim Mediasi Konflik mengimbau agar dalam penegakan hukum, aparat keamanan tidak menjarah barang milik masyarakat, seperti chainsaw (gergaji rantai), parang, kapak, panah dan busur serta harta lainnya.
“Parang, kampak, chainsaw dan busur anak panah itu adalah alat pencari nafkah, bukan alat pembunuh. Tanpa alat-alat ini masyarakat Papua tidak akan hidup karena tidak bisa berkebun. Atasan harus memberikan pemahaman kepada anggota yang diterjunkan ke lapangan!”katanya.
Dari data yang dikumpulkan Tim Mediasi Konflik , pada periode Februari-Oktober 2025 sebanyak 51 orang yang meninggal dunia, yang terdiri dari Masyarakat sipil, TNI/Polri dan TPNPB.
Belum termasuk mereka yang luka-luka, dan mengungsi keluar dari kampung halamannya. Atas nama kemanusiaan, tim meminta kepada negara untuk melakukan dan TPNPB di wilayah Intan Jaya untuk jeda kemanusiaan.
“Kami mohon kedua belah pihak masing-masing menahan diri agar tercipta suasana masyarakat yang aman, damai tanpa takut dan trauma yang berlebihan di rumah dan kampung halaman mereka sendiri,”katanya.
Sebelumnya, Juru Bicara TPNPB Sebby Sambom mengatakan pihaknya menerima laporan dari lapangan bahwa operasi tempur di Intan Jaya telah mengepung rumah warga dan menembak mati 12 warga sipil, tiga diantaranya anggota TPNPB, dan satu ibu rumah tangga.
“Seluruh korban yang telah ditembak mati, militer indonesia langsung menghilangkan jejak yang diduga telah dikubur secara terpisah-pisah. Seluruh barang-barang milik warga seperti kapak, pisau, parang, busur dan panah serta alat-alat kerohaniawan telah disita dan ada yang dibakar oleh aparat militer Indonesia,”ujarnya dalam rilis pers yang diterima, Kamis (16//10/2025).
Terkait dengan hal tersebut, Manajemen Markas Pusat Komnas TPNPB menegaskan, kepada aparat militer indonesia untuk mematuhi Hukum Humaniter Internasional selama melakukan operasi tempur di Intan Jaya dan operasi tempur ini telah melanggar hukum perang.
“Karena tiga anggota TPNPB yang telah ditangkap semestinya ditahan sebagai tahanan perang dan seluruh warga sipil yang disiksa dan ditembak mati oleh aparat militer indonesia serta penyiksaan dan pemerkosaan terhadap seorang ibu rumah tangga adalah pelanggaran HAM berat,”ujarnya.
Sementara Komandan Satuan Tugas atau Dansatgas Media Koops Habema, Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono menegaskan, TNI berhasil membebaskan warga Soanggama dari cengkeraman TPNPB.
Sebanyak 14 TPNPB tewas dalam kontak senjata di kampung Soanggama, distrik Hitadipa, kabupaten Intan Jaya, Rabu (15/10/2025).
“Tindakan tersebut dilaksanakan secara terpadu dan terukur, dengan tujuan untuk menegakkan keamanan serta melindungi masyarakat dari aksi teror dan kekerasan yang selama ini dilakukan oleh kelompok bersenjata,”kata Dansatgas Media Koops Habema Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono.
Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono menjelaskan, pada Selasa (14/10/2025) malam, prajurit TNI melaksanakan pergerakan menuju wilayah Soanggama untuk membantu masyarakat agar terbebas dari tekanan kelompok bersenjata atau TPNPB yang diketahui berkekuatan sekitar 30 orang dan telah lama menguasai kampung tersebut.
Dan pada Rabu (15/10/2025) sekitar pukul 05.30 WP kontak tembak terjadi saat pasukan TNI diserang oleh kelompok TPNPB.
“Menghadapi situasi tersebut, prajurit TNI dengan terpaksa melakukan tindakan tegas dan terukur sesuai prosedur pertempuran. Pada pukul 12.00 WP situasi berhasil dikuasai dan kelompok TPNPB berhasil dipukul mundur,”ujarnya.
Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono mengatakan, dalam penyisiran pasca-kontak, TNI berhasil menewaskan 14 anggota TPNPB di antaranya sejumlah pimpinan dan pelaku penembakan terhadap aparat keamanan sebelumnya. Sementara sisanya melarikan diri ke arah hutan.
Ia menyebutkan, 14 anggota TPNPB yang tewas ialah Agus Kogoya, Ipe Kogoya, Zakaria Kogoya, Uripinus Wandagau, Sepi Kobogau, Kaus Lawiya, Napinus Kogoya, Roni Lawiya, Poli Kogoya, Aofa Kobogau, Pisen Kogoya, Meki Murib, dan dua TPNPB lainnya masih dalam proses identifikasi.
“Dari hasil penindakan tersebut, TNI berhasil menguasai dan merebut Markas Besar Kodap VIII/Soanggama pimpinan Undius Kogoya yang selama ini digunakan sebagai pusat perencanaan serangan terhadap aparat dan warga sipil. Menemukan serta mengamankan sejumlah barang bukti, antara lain, 1 pucuk senjata api rakitan dan 4 senapan angin, Munisi berbagai kaliber, 1 alat bidik Simons, 1 teropong Newcon,”katanya.
Dansatgas Habema itu mengatakan pihaknya termukan dokumen organisasi TPNPB, atribut bintang kejora, peralatan komunikasi, serta berbagai perlengkapan lapangan milik kelompok separatis. pihaknya menetapkan wilayah Soanggama sebagai Pos Taktis TNI guna memastikan keamanan dan stabilitas di daerah tersebut tetap terjaga.
“Pasca penidakan itu situasi di Kampung Soanggama aman dan kondusif. Masyarakat tidak melakukan pengungsian serta menyambut positif kehadiran TNI. Tokoh adat dan kepala desa setempat bahkan menghibahkan sebagian lahan dan fasilitas kampung untuk dijadikan Pos Taktis TNI Soanggama,”ujarnya.
Sementara itu, Panglima Komando Operasi Habema, Mayjen TNI Lucky Avianto menegaskan, tindakan tegas yang dilakukan prajurit TNI merupakan langkah terukur dan sah secara hukum untuk melindungi keselamatan warga serta menegakkan kedaulatan negara.
“TNI akan terus melakukan penindakan terhadap kelompok bersenjata TPNPB yang mengancam keselamatan masyarakat. Kami berkomitmen menciptakan Papua yang aman, damai, dan sejahtera,”katanya.
Mayjen TNI Lucky Avianto mengatakan, pasukan masih melanjutkan pengejaran terhadap sisa kelompok TPNPB yang melarikan diri, sekaligus melaksanakan kegiatan pembinaan teritorial terbatas bersama tokoh agama dan masyarakat untuk memperkuat stabilitas keamanan di wilayah Intan Jaya. [**/GRW]