
Jakarta, satukanindonesia.com – Anggota DPR RI menerima Dokumen 17+8 Tuntutan Rakyat yang diserahkan oleh sejumlah influencer di depan Gerbang Pancasila, Gedung DPR RI, Senayan, Kamis (4/9). Dokumen itu diterima oleh Wakil Ketua Komisi VI dan Anggota Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI Andre Rosiade serta Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka.
Sementara influencer yang hadir di antaranya Abigail Limuria, Andovi da Lopez, Andhyta Firselly Utami, Fathia Izzati, Jerome Polin, Jerhemy Owen, Ferry Irwandi, Jovial da Lopez, Firdza Radiany, Zensa Rahman, Irfan (Fanbul) Prabowo, dan Dhanu Riza. Selain itu, juga hadir perwakilan organisasi masyarakat sipil dan media baru.
Anggota DPR RI Andre Rosiade mengaku sangat terbuka dengan aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat. Satu per satu tuntutan masyarakat pun telah dijalankan.
“DPR sangat terbuka terhadap seluruh aspirasi masyarakat. Dan kami tegaskan lagi kami sudah sepakat menghilangkan tunjangan yang sesuai tuntutan yang pertama. Yang kedua, kita membuka diri aspirasi. Dan kemarin sudah disepakati kunjungan kerja ke luar negeri juga di moratorium,” ujarnya saat menemui massa aksi dari Influencer.
Ade Rosiade juga mengklaim DPR RI akan bertransformasi lebih baik ke depannya sesuai tuntutan masyarakat.
“Insyaallah kita akan melakukan transformasi ke depan menjadi lebih baik sesuai tuntutan masyarakat,” katanya.
Saat ditanya mengenai optimisme terkait pemenuhan seluruh tuntutan
Namun Ade Rosiade tidak menyatakan dengan tegas terkait optimisme pemenuhan seluruh tuntutan masyarakat. Ia pun meminta masyarakat menunggu hasil transformasi yang dilakukan DPR RI.
“Ya tentu kami terus melakukan transformasi untuk kebaikan DPR, bagaimana DPR bisa betul-betul bekerja melayani masyarakat. Jadi tunggu saja nanti akan diumumkan hasil transformasinya,” ucapnya.
17+8 Tuntutan Rakyat Adalah Gabungan Dari Sejumlah Tuntutan Masyarakat
Ekonom lingkungan sekaligus influencer Andhyta Firselly Utami atau yang akrab disapa Afu menegaskan bahwa tuntutan ini lahir dari rasa kecewa mendalam terhadap kondisi demokrasi di Indonesia.
“Kami ditanya apa motivasi awal atau alasan tuntutan 17+8. Kami di sini ingin bilang bahwa ini semua didasarkan dari kekecewaan yang mendalam dan rasa berduka yang sangat dalam terhadap berbagai korban yang sudah meninggal dunia,” ujar Afutami di depan gerbang Pancasila DPR RI.
Ia menyebut, hingga kini tercatat 11 orang korban jiwa, 500 korban luka, dan 3.400 orang yang dikriminalisasi karena menyuarakan aspirasi mereka. Menurutnya, semua ini tidak akan terjadi jika pemerintah mau mendengarkan warganya sejak awal.
17+8 Tuntutan Rakyat ini merupakan rangkuman dari berbagai desakan publik yang beredar di media sosial dalam beberapa hari terakhir.
Beberapa di antaranya meliputi:
● Desakan 211 organisasi masyarakat sipil yang dipublikasi melalui website YLBHI,
● Siaran pers Pusat Studi Hukum & Kebijakan (PSHK) Indonesia,
● Tuntutan 7 hari dari Salsa Erwina, Jerome Polin & Cheryl Marella (hasil rembug jutaan suara di kolom komentar dan Instagram Story),
● Pernyataan sikap Ikatan Mahasiswa Magister Kenotariatan UI,
● Pernyataan sikap Center for Environmental Law & Climate Justice Universitas Indonesia,
● Tuntutan demo buruh 28 Agustus 2025,
● 12 Tuntutan Rakyat Menuju Reformasi Transparansi & Keadilan oleh Reformasi Indonesia di Change.org yang sudah menerima lebih dari 40.000 dukungan.
“17+8 kebetulan rakyat hadir dari kami warga biasa, yang merasa resah. Karena tidak ada respon yang sesuai dari pemerintah dan aparat yang tidak terarah, melewatkan substansi, dan cenderung represif sejak demonstrasi pada tanggal 28 Agustus tahun ini,” jelas Afutami.
Ia menyebut dokumen tersebut disusun dari berbagai sumber kredibel. 17+8 Tuntutan Rakyat dipilih dengan beberapa kriteria. Pertama, merespons cepat terhadap kekerasan dan kriminalisasi. Kedua, memuat kebijakan yang konsisten muncul di berbagai desakan publik.
“Namun kami melihat dokumen ini adalah dokumen hidup yang menjadi simbol bahwa rakyat memiliki aspirasi yang harus ditengah oleh pemerintah,” ucapnya.
Ia menegaskan, tuntutan tersebut bisa terus berkembang sesuai keresahan masyarakat. Gerakan ini mendorong transparansi dan reformasi institusi.
“Semangat kami adalah untuk menangkap esensi dari kegelisahan warga. Kami sangat kecewa dan sangat inginkan pemerintah yang transparan, reformasi institusi menyeluruh, serta pemimpin yang seharusnya berempati kepada warganya,” imbuhnya.(***)