Jakarta, SatukanIndonesia.Com – Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengaku tak percaya dengan pengakuan Ketua KPK Agus Rahardjo yang mengaku diintervensi Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada kasus korupsi e-KTP.
Bahlil mengatakan tak percaya Jokowi sampai marah hingga berteriak kepada Agus agar pengusutan kasus korupsi e-KTP yang terjadi pada 2017 lalu dihentikan.
“Saya sih nggak tahu ya, saya tahun 2017 belum masuk anggota kabinet. Tapi kalau yang saya lihat kan katanya Pak Jokowi marah-marah, ya,” kata Bahlil di DBL Arena Surabaya, sebagaimana dilansir detikJatim, Minggu (3/12/2023).
“Mohon maaf, yang saya tahu Pak Jokowi kalau marah bukan suaranya yang besar, nggak pernah tuh suara besar Pak Jokowi. Jadi berbeda sekali antara yang diutarakan dengan apa yang saya lihat selama menjadi anggota kabinet,” tambahnya.
Menurut Bahlil, bila Presiden Jokowi marah atau tidak berkenan hatinya, maka Jokowi akan diam. Dia tidak akan menunjukkan kemarahannya apalagi sampai membentak-bentak.
“Bapak itu palingan, ya, kalau, mohon maaf, ya, kalau nggak berkenan ya diam. Boleh tanya mantan menteri dan menterinya atau orang yang pernah dekat dengan presiden Jokowi,” ungkapnya.
“Kalau marahnya bapak kayak apa, ya diam. Selayaknya orang Jawa (kalau marah diam). Kalau orang Papua kalau marah mungkin ribut-ribut, banting-banting meja. Orang Jawa pada umumnya kalau marah diam,” tambahnya.
Bahlil menyebutkan perlu adanya bukti bila Jokowi disebut marah-marah apalagi sampai membentak-bentak.
“Jadi apa yang disampaikan bentak-bentak, rasanya sih menurut saya ya perlu dicek lah siapa saksinya. Tapi rasanya sih, saya kurang percaya,” tandasnya.
Sebelumnya pengakuan Agus itu disampaikan dalam wawancara program Rosi di salah satu televisi swasta dilihat detikJatim pada Jumat (1/12/2023). Agus menceritakan saat itu dirinya dipanggil Jokowi ke Istana.
“Saya terus terang pada waktu kasus E-KTP saya dipanggil sendirian oleh Presiden. Presiden waktu itu ditemani Pak Pratikno. Saya heran biasanya memanggil itu berlima, ini kok sendirian. Dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan tapi lewat masjid kecil gitu,” kata Agus.
Agus mengatakan Jokowi sudah dalam keadaan marah saat dia masuk ke Istana. Agus menyebut Jokowi meminta KPK untuk menghentikan kasus e-KTP Setya Novanto.
“Di sana begitu saya masuk, presiden sudah marah. Menginginkan.. karena baru saya masuk, beliau sudah teriak ‘Hentikan’. Kan saya heran, hentikan? Yang dihentikan apanya,” ujar Agus.
“Setelah saya duduk, ternyata saya baru tahu kalau yang disuruh hentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov, Ketua DPR pada waktu itu, mempunyai kasus e-KTP supaya tidak diteruskan,” sambung dia.
Agus lantas memberikan penjelasan kepada Jokowi bahwa KPK sudah menerbitkan sprindik beberapa minggu sebelumnya. Berdasarkan UU KPK yang lama, KPK tidak bisa menghentikan penyidikan suatu perkara.
“Nah sprindik itu kan sudah saya keluarin 3 minggu yang lalu, dari presiden bicara itu, sprindik itu tak mungkin karena KPK tak punya SP3, tidak mungkin saya berhentikan saya batalkan,” tutur Agus.
Alhasil, KPK pun terus mengusut kasus e-KTP itu. Belakangan Agus menyadari bahwa momen permintaan Jokowi yang tidak digubris KPK itu menjadi salah satu pendorong lahirnya revisi UU KPK.
“Kemudian karena tugas di KPK itu seperti itu makanya ya kemudian tidak saya perhatikan, ya jalan terus tapi akhirnya dilakukan revisi UU nanti kan intinya revisi UU itu kan SP3 menjadi ada, kemudian di bawah presiden, karena pada waktu itu mungkin presiden merasa bahwa ini Ketua KPK diperintah presiden kok nggak mau, apa mungkin begitu,” ujar Agus.(***)