Jakarta, SatukanIndonesia.com – Banyak pihak yang kecewa dengan tuntutan yang diajukan KPK terhadap Juliari Peter Batubara.
KPK menuntut mantan Menteri Sosial itu dengan 11 tahun penjara, denda Rp 500 juta, pembayaran uang pengganti sekitar Rp 14 miliar, serta pencabutan hak politik selama 4 tahun.
KPK menggunakan Pasal 12 huruf b UU Tipikor dalam menjerat Juliari Batubara. Ancaman pidana maksimal dalam pasal itu ialah penjara seumur hidup atau 20 tahun. Sejumlah pihak pun mempertanyakan alasan KPK tak menuntut maksimal politikus PDIP itu.
Plt juru bicara KPK Ali Fikri menyebut bahwa tuntutan jaksa disesuaikan berdasarkan fakta yang terungkap selama persidangan.
Baca Juga: Jaksa Tuntut Juliari Batubara 11 Tahun Penjara
“Dalam menuntut terdakwa, tentu berdasarkan fakta-fakta hasil persidangan perkara dimaksud bukan karena pengaruh adanya opini, keinginan maupun desakan pihak mana pun,” ujar Ali dalam keterangan tertulisnya, Kamis (29/7/2021).
Menurut Ali, sejumlah hal juga sudah dipertimbangkan jaksa dalam menentukan besaran tuntutan. Baik hal yang memberatkan maupun meringankan.
“Pertimbangan alasan memberatkan dan meringankan juga menjadi dasar dalam menuntut baik pidana penjara, uang pengganti maupun denda dan pencabutan hak politik,” ujar dia.
Ali menilai jaksa dalam tuntutan Juliari Batubara sudah progresif. Hal itu dilihat dari tuntutan pembayaran uang pengganti. Menurut dia, penerapan pidana tambahan itu biasanya diterapkan dalam Pasal 2 atau 3 UU Tipikor yaitu yang berhubungan dengan kerugian negara.
“Namun, Jaksa KPK tentu juga memiliki dasar hukum kuat dalam menuntut uang pengganti terhadap terdakwa Juliari P Batubara ini dan kami berharap majelis hakim akan mengabulkan seluruh tuntutan tim JPU,” pungkas Ali.
Baca Juga: Patut Diapresiasi! Majelis Hakim Izinkan Permohonan Ganti Rugi Bansos Warga DKI ke Juliari
Dalam perkaranya, Jaksa meyakini Juliari Batubara terbukti menerima suap melalui dua anak buahnya, yakni Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso. Mereka dinilai terbukti menerima fee dari para vendor bansos.
Yakni sebesar Rp 1,280 miliar dari Harry van Sidabukke, sebesar Rp 1,950 miliar dari Ardian Iskandar Maddanatja, serta sebesar Rp 29, 252 miliar dari sejumlah vendor bansos lainnya. Total dari suap itu sebesar Rp 32.482.000.000.
Meski suap diterima melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso, tapi jaksa meyakini hal itu berdasarkan perintah dari Juliari Batubara.
Suap diyakini sebagai fee Juliari Batubara dan anak buahnya karena menunjuk para vendor sebagai penyedia bansos sembako untuk penanganan pandemi COVID-19. Padahal, sejumlah vendor dinilai tidak layak menjadi penyedia bansos.
Juliari Batubara dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf b jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (FA/SI).