Jakarta, SatukanIndonesia.Com – Pasca diterbitkannya Perppu No 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja, sesama pakar hukum tata negara ternama di Indonesia yaitu Prof. Jimly Asshiddiqie dengan Prof. Yusril Ihza Mahendra saling bertolak belakang mengenai Perppu No 2 Tahun 2022.
Antara Jimly Asshiddiqie dengan Prof. Yusril Ihza Mahendra yang sama- sama merupakan pakar Hukum Tata Negara (HTN) dan guru besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia ada yang tidak sepakat dan ada yang sepakat dengan Presiden Jokowi soal penerbitan Perppu No 2 Tahun 2022 mengenai Cipta Kerja.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya UU NO 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah dibatalkan secara besyrat oleh Mahkamah Konstitusi yaitu pemerintah harus melakukan perbaikan terhadap UU NO 11 Tahun 2020 dalam waktu paling lambat 2 tahun yaitu 25 November 2023.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie memberikan tanggapan mengenai Perppu Ciptaker yang diterbitkan Presiden Joko Widodo menjelang akhir tahun 2022.
Kali ini Jimly berpendapat keras yang mengarah adanya potensi melakukan impeachment terhadap presiden Jokowi karena diduga melanggar konstitusi dan prinsip negara hukum. Menurut pakar hukum HTN dan guru besar pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu dengan mengacu pada sikap Palemen.
Ia berpendapat, jika sikap partai-partai di DPR dapat dibangun seperti sikap terhadap kemungkinan penerapan sistem proporsional tertutup, maka bisa saja Jokowi dimakzulkan oleh Parlemen.
“Bisa saja kasus pelanggaran hukum dan konstitusi yang sudah berkali-kali dilakukan oleh Presiden Jokowi dapat diarahkan untuk impeachment,” tegasnya.
Menurutnya, terbitnya Perppu tersebut telah melanggar prinsip negara hukum yang dicari-carikan alasannya.
“Alasan pembenaran oleh sarjana tukang stempel. Peran MK dan DPR diabaikan. Ini bukan contoh rule of law yang baik tapi jadi contoh rule by law yang kasar dan sombong,” tegas Jimly lewat keterangan tertulisnya, Kamis (5/1), yang dilansir oleh Tempo.co.
Menurutnya, jika parlemen siap untuk melakukan pemakzulan, maka hal itu bukanlah hal yang mustahil.
“Kalau mayoritas anggota DPR siap, sangat mudah untuk mengkonsolidasikan anggota DPD dalam forum MPR untuk menyetujui langkah impeachment itu,” tutupnya.
Sementara pendapat Jilmy justru berbeda dengan pendapat Yusril.
Menurut Prof. Yusril Ihza Mahendra yang dimuat detik.com pada Jumat, 6/1/2023,mengatakan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja tidak ada yang salah. Sebab menurutnya sudah sesuai dengan prosedur dan perintah Mahkamah Konstitusi (MK).
“Dari segi prosedur, tidak ada yang salah dari produk hukum itu. Karena perintah dari MK itu memperbaiki,” kata Yusril dilansir Antara, Jumat (6/1/2022).
Mantan Menteri Hukum dan HAM era Megawati itu menjelaskan untuk melakukan perbaikan bisa melalui mekanisme DPR atau Presiden mengambil inisiatif. Salah satunya membuat Perppu.
“Nantinya Perppu itu dipertimbangkan oleh DPR, apakah disahkan menjadi Undang-Undang atau tidak,” jelasnya.
MK memutuskan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja, cacat secara formil. Lewat Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tertanggal 25 November 2021, MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dan meminta pemerintah memperbaikinya paling lama dalam dua tahun.
“MK telah menyatakan UU itu inkonstitusional secara bersyarat, tapi tidak dibatalkan. Pemerintah dan DPR diberikan waktu dua tahun untuk memperbaiki prosedur pembentukan terharap UU Cipta Kerja,” kata Yusril.
Meski pemerintah memiliki waktu sampai November 2023 untuk melakukan perbaikan, namun menurutnya ada pertimbangan spesifik dari pemerintah sehingga menerbitkan Perppu. Secara teoritis murni kata dia, bukan merupakan langkah yang tepat. Tetapi kalau melihat kepentingan pemerintah dalam melaksanakan satu kebijakan dan mengantisipasi satu perkembangan, mau tidak mau, pemerintah harus bertindak cepat.
“Kalau saya dalam posisi menjalankan roda pemerintahan, saya tidak memiliki pilihan, memang harus bertindak cepat dan Perppu merupakan satu pilihan,” katanya menegaskan.(***)