
MANOKWARI, SATUKANINDONESIA.Com – ‘Cane is bitter’, tebu itu pahit. ungkapan seorang warga di kabupaten Mappi, Samuel Selvon dalam cerita pendek tentang kehidupan buruh Perkebunan Tebu.
Udofia (2011) menuliskan sejarah perkebunan tebu di Karibia terasa pahit, dan terjadi perampasan dan pengusiran jutaan orang dari tanah mereka untuk menjadi budak.
Di Indonesia, perkebunan tebu dan industri gula dibawa kolonialisme Belanda, menggunakan sistem tanam paksa yang menindas rakyat, merampas tanah, merusak lingkungan dan buruh dieskploitasi dengan kerja rodi dan harga jual yang tidak adil.
Kini tanaman emas putih ini diekstrak menjadi sumber energi terbarukan, dianggap sebagai solusi dalam menghadapi perubahan iklim dan ketergantungan yang tinggi pada bahan bakar fosil.
Bioetanol digadang-gadang menjadi penggerak mesin industri dan akumulasi kapital, ‘ekonomi hijau’ yang mendatangkan uang dan sejalan dengan visi Indonesia emas dan misi Asta Cita. Tanah dan hutan di Papua Selatan, dijaminkan dan menjadi sasaran perluasan proyek ekonomi.
Pada awal Januari 2025, Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Pangan Republik Indonesia, mengadakan zoom meeting tentang konsultasi publik tentang penyusunan dokumen Kajian lingkungan Hidup Strategis (KLHS) pembangunan Perkebunan Tebu dan Jagung terpadu di kabupaten Mappi.
Terungkap dalam pertemuan daring ini rekomendasi Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) provinsi Papua Selatan, untuk persetujuan pelepasan kawasan hutan guna proyek perkebunan tebu dan jagung terpadu pada Agustus 2024.
Diketahui pula, adanya Surat Menteri Perdagangan kepada Menko Bidang Perekonomian untuk mendukung proyek terpadu ini menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN), yang ditindaklanjuti Kemenko Bidang Pangan pembahasan penyusunan KLHS.
Proses kebijakan proyek PSN Mappi melibatkan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Pemda) serta didukung perusahaan Investor.
Terdapat sejumlah perusahaan yang rencana akan menanamkan modalnya, untuk pembangunan tebu dan jagung yang terintegrasi dengan pengolahan gula dan bioethanol.
Diantaranya PT Sima Sorong Bio Energy, PT Citra Palma Sejahtera, PT Global Papua Lestari, dan PT Borneo Subur Perkasa, dengan keseluruhan total area of interest seluas lahan 220.827,92 hektar berlokasi pada lima distrik di kabupaten Mappi dan satu distrik di kabupaten Boven Digoel, dengan total investasi Rp. 42,8 triliun.
Deputi Bidang Koordinasi Keterjangkauan dan Keamanan Pangan Menko Bidang Pangan dalam paparannya, menyampaikan proyek ini merupakan bagian dari 17 Program Prioritas Presiden dari RPJMN 2025 – 2029.
Utamanya mendukung program 15, yakni melanjutkan hilirisasi dan industrialisasi berbasiskan sumber daya alam, termasuk sumber daya maritim untuk membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya dalam mewujudkan keadilan ekonomi.
Proyek ambisius ini masih terkait dengan kepentingan memenuhi target bauran energi terbarukan 70 persen pada 2045 dengan bioenergy.
Diperkirakan, proyek ini berdampak pada pengrusakan habitat dan ekosistem. Terjadi deforestasi dan degradasi forest.
Padahal, kabupaten Mappi dikenal sebagai Negeri Sejuta Rawa yang memiliki ekosistem lahan gambut terluas di Tanah Papua seluas 479.848 hektar.
Pada areal proyek PSN Mappi, diperkirakan berada di lahan gambut seluas 202.827,21 hektar, atau lebih dari 40 persen kawasan lahan gambut di kabupaten Mappi.
Kabupaten Mappi dan Merauke menjadi sasaran program pemerintah, untuk restorasi lahan gambut yang diharapkan dapat berkontribusi pada aksi iklim. Namun, proyek PSN Mappi ini dapat mengubur impian masyarakat bumi.
Siapa perusahaan penerima manfaat yang diuntungkan dari PSN Mappi ini? Pertanyaan ini penting untuk menunjukkan kepentingan dan keadilan ekonomi.
Dari hasil penelusuran Yayasan Pusaka Bentala Rakyat (PUSAKA) terhadap profil kepemilikan dan pengurus dari empat perusahaan tersenut dapat disimpulkan penerima manfaat akhir adalah keluarga Fangiono, yang dikepalai Martias Fangiono.
Keempat perusahaan ini berhubungan dengan Silvia Caroline, isteri kedua dari Martias Fangiono.
Brief Paper Forest Peoples Programme (2021) mengungkap, keberadaan bisnis Martias Fangiono sebagai pemain utama di industri pembalakan kayu (PT Surya Dumai Industri) dan industri minyak kelapa sawit melalui PT Fangiono Agro Plantation (FAP) Agri dan First Resources group.
Perusahaan First Resources dikendalikan Ciliandra Fangiono dan Wirastuty Fangiono. Martias dan Silvia juga membentuk grup perusahaan kelapa sawit PT Ciliandry Anky Abadi (CAA) grup, yang digerakkan oleh Wiras Anky Fangiono dan Ciliandry Fangiono.
Perusahaan keluarga Fangiono Familiy tersebar di Sumatera dan Kalimantan, sedangkan di Tanah Papua tersebar di kabupaten Sorong, Sorong Selatan, Teluk Bintuni dan Merauke, yang menguasai tanah skala luas.
Namun, belum ada tindakan hukum atas penguasaan tanah yang melebihi batas maksimum dan atas ketidakadilan. Pemerintah pun masih terus memberikan izin usaha, kepada perluasan bisnis Fangiono Family.
Komunitas Awyu dan Marga Yaas dari Kampung Konebi, Distrik Bamgi, Kabupaten Mappi, sedang mempercakapkan ancaman baru atas tanah, hutan dan rawa mereka.
Pemerintah tidak pernah menginformasikan rencana PSN Mappi, yang hendak beroperasi di wilayah adat. Diperkirakan ada 18.172 jiwa penduduk Orang Asli Papua yang terancam proyek ini. [Rilis/GRW]