
MANOKWARI, SATUKANINDONESIA.Com – Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, baik Gubernur dan Wakil Gubenur 2024-2029. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat disoroti Majelis Rakyat Papua (MRP).
Pasalnya, dalam memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap para calon gubernur (Cagub) dan calon wakil gubernur (Cawagub) merupakan tugas MRP berdasarkan Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus).
“Maka, pemilihan gubernur dan wakil gubernur adalah hajat MRP selain KPU dan Bawaslu. Situasi Papua Barat mau aman dan tidak, itu kembali ke kerja-kerja MRP,”ujar Wakil Ketua MRP provinsi Papua Barat, Maxsi Nelson Ahoren kepada media SatukanIndonesia.Com, Rabu (24/07/2024).
Dikatakannya, semua lembaga maupun institusi di provinsi Papua Barat mendapat dana hibah untuk mendukung pemilu 2024, sedangkan MRP tidak memiliki anggaran.
“Apakah MRP bisa melaksanakan tugas dan pokok dalam proteksi keaslian orang asli Papua pada tahapan pilgub atau tidak? Dengan kondisi anggaran yang begitu minim,”katanya.
Padahal, Ahoren mengemukakan, MRP harus turun ke lapangan untuk bertemu masyarakat adat, guna melakukan proteksi terhadap para calon gubernur dan wakil gubernur yang diusung.
“MRP wajib turun ke lapangan untuk mengecek, apa yang sudah dimusyawarahkan masyarakat adat terkait keaslian,”sebut mantan ketua MRP provinsi Papua Barat ini.
Namun, lanjut dia, apabila MRP tidak punya anggaran, maka implementasi UU Otsus tentang dan pemberian pertimbangan dan persetujuan terhadap para cagub dan cawagub tidak bisa dilaksanakan.
“Ini hal yang keliru dan sangat salah. Kami beda dengan provinsi lain diluar tahan Papua. Pimilihan gubernur dan wakil gubernur adalah hajat MRP, maka harus diberikan anggaran semaksimal mungkin. Supaya dalam proses penentuan keaslian cagub dan cawagub bisa berjalan dengan baik,”tegasnya.
Tetapi jika MRP tidak diberikan anggaran, kata Maxsi Nelson Ahoren, apakah proses penyelenggaraan pemilu bisa berjalan dengan baik atau tidak?
“Kalau seandainya MRP melakukan stagnan, karena tidak ada anggaran. Terus yang mau disalahkan siapa? Apakah MRP atau pemerintah?,”
Padahal, kata Ahoren, MRP sudah melakukan pertemuan dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), dan memberikan kewenangan MRP dalam hal memberikan pertimbangan dan persetujuan Cagub dan Cawagub.
“Maka, kami (MRP-red) juga sudah harus melakukan pertemuan di tingkat kabupaten dan kota untuk membicarakan kewenangan MRP,”ucap Ahoren.
Misalnya, ada dari para calon gubernur dan wakil gubernur yang keasliannya dipersoalkan di Fakfak ataupun Kaimana dan MRP berkewajibanuntuk turun langsung ke wilayah adat setempat untuk melakukan proteksi dan itu membutuhkan anggaran.
“Tapi kalau tidak ada, maka sebagai wakil ketua MRP provinsi Papua Barat ragu dalam hal pemberian pertimbangan dan persetujuan terkait keaslian para calon dan itu akan menjadi masalah,”aku Maxsi Nelson Ahoren.
Oleh sebab itu, dirinya menyebutkan, jangan salahkan MRP ketika adabterjadi pedsoalan dalam tahapan atau proses pemilihan cagub dan wabug khususnya di provinsi Papua Barat.
“Sebenarnya pemerintah harus beckup MRP, supaya mulai pendaftaran hingga penetapan bisa berjalan dengan baik sesuai amanat UU Otsus. Bagi kami ini persoalan yang cukup urgent,”
Untuk itu, diharapkan kepada Pejabat (PJ) Gubernur provinsi Papua Barat segara melihat persoalan yang saat ini dilami oleh MRP menjelang Pilgub pada November 2014 mendatang.
“Pj Gubernur Papua Barat harus lihat persoalan ini secara Arif dan bijaksana. Kalau memang pemerintah memberikan anggaran kepada KPU, Bawaslu, Polda, dan berbagai lembaga lainnya. MRP it bukan hanya diberikan tapi itu wajib, karena itu perintah daripada UU Otsus,”
Tetapi jika dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, tidak ada saran pertimbangan dan persetujuan MRP terkait calon. Maka, Pilgub 2024 di Papua Barat dinilai cacat demi hukum. [GRW]